
Belajar arah mata angin bisa jadi hal yang sangat seru, apalagi kalau diajarkan dengan cara petualangan! Di Akademi Etika Lingkungan (AEL), siswa diajak menjelajah dan memahami arah angin dari alam sekitar. Mereka memang sudah tahu bahwa matahari terbit di timur dan tenggelam di barat. Tapi, tahukah mereka bahwa ada arah lain seperti utara, selatan, timur laut, barat daya, dan sebagainya? Di sinilah petualangan mereka dimulai!
Salah satu kegiatan paling menarik adalah membuat kompas sederhana dari benda-benda yang ada di sekitar: paper clip (penjepit kertas), sehelai daun, wadah bening, dan air. Tidak perlu alat canggih! Anak-anak belajar bahwa dengan menggosokkan paper clip ke kain—misalnya celana atau kaos—mereka bisa menciptakan listrik statis yang membuat penjepit itu bermagnet. Setelah itu, penjepit diletakkan di atas daun yang mengambang di air, dan secara ajaib, daun akan berputar dan menunjuk ke arah utara-selatan. Inilah dasar prinsip kerja kompas!
Melalui eksperimen ini, siswa tidak hanya belajar sains sederhana, tapi juga mengalami “aha moment” yang menyenangkan dan membekas. Secara psikologis, kegiatan ini meningkatkan rasa ingin tahu, fokus, dan rasa percaya diri anak karena mereka berhasil membuat alat navigasi sendiri. Anak-anak cenderung lebih mudah memahami konsep abstrak saat mereka bisa menyentuh dan melihat langsung hasilnya.
Tidak berhenti di situ, siswa AEL juga diajak membuat peta sederhana dari jalur yang mereka lalui. Mereka diminta menggambar jalan setapak, menandai pohon, batu besar, bahkan arah mata angin. Ini bukan hanya kegiatan menggambar biasa—ini latihan observasi dan memori! Anak-anak belajar memperhatikan lingkungan dengan lebih tajam, melatih daya ingat visual, dan mengekspresikan pemahaman mereka melalui gambar.
Dalam tinjauan pendidikan anak usia dini, kegiatan ini menstimulasi kecerdasan spasial dan naturalis, sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Anak-anak tidak hanya tahu “apa itu utara”, tapi juga “bagaimana mencari utara” dengan logika dan kreativitas.
Melalui pendekatan menyenangkan dan aplikatif ini, siswa AEL belajar bahwa alam adalah guru terbaik. Mereka tidak sekadar belajar navigasi—mereka sedang dilatih menjadi penjelajah muda yang peka, cerdas, dan bertanggung jawab terhadap lingkungannya. Siapa bilang belajar kompas itu membosankan? Di AEL, semuanya terasa seperti petualangan seru!
Oleh: Heri Tarmizi